Selasa, 01 Agustus 2017

Bahan Ajar Pertemuan 1 (Farmasetika Dasar)

BAB I 

SEJARAH FARMASI


Farmasi sebagai profesi di Indonesia sebenarnya relatif masih muda dan baru dapat berkembang secara berarti setelah masa kemerdekaan. Pada zaman penjajahan, baik pada masa pemerintahan Hindia Belanda maupun masa pendudukan Jepang, kefarmasian di Indonesia pertumbuhannya sangat lambat, dan profesi ini belum dikenal secara luas oleh masyarakat. Sampai proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, para tenaga farmasi Indonesia pada umumnya masih terdiri dari asisten apoteker dengan jumlah yang sangat sedikit.
Tenaga apoteker pada masa penjajahan umumnya berasal dari Denmark, Austria, Jerman dan Belanda. Namun, semasa perang kemerdekaan, kefarmasian di Indonesia mencatat sejarah yang sangat berarti, yakni dengan didirikannya Perguruan Tinggi Farmasi di Klaten pada tahun 1946 dan di Bandung tahun 1947. Lembaga Pendidikan Tinggi Farmasi yang didirikan pada masa perang kemerdekaan ini mempunyai andil yang besar bagi perkembangan sejarah kefarmasian pada masa-masa selanjutnya.Dewasa ini kefamasian di Indonesia telah tumbuh dan berkembang dalam dimensi yang cukup luas dan mantap. Industri farmasi di Indonesia dengan dukungan teknologi yang cukup luas dan mantap. Industri farmasi di Indonesia dengan dukungan teknologi yang cukup modern telah mampu memproduksi obat dalam jumlah yang besar dengan jaringan distribusi yang cukup luas. Sebagian besar, sekitar 90% kebutuhan obat nasional telah dapat dipenuhi oleh industri farmasi dalam negeri.

Demikian pula peranan profesi farmasi pelayanan kesehatan juga semakin berkembang dan sejajar dengan profesi-profesi kesehatan lainnya  Selintas 

1.1.       SEJARAH KEFARMASIAN INDONESIA

1.1.1.       Periode Zaman Penjajahan sampai Perang Kemerdekaaan

Tonggak sejarah kefarmasian di Indonesia pada umumnya diawali dengan pendidikan asisten apotekek semasa pemerintahan Hindia Belanda.

1.1.2.      Periode Setelah Perang Kemerdekaan Sampai dengan Tahun 1958

Pada periode ini jumlah tenaga farmasi, terutama tenaga asisten apoteker mulai bertambah jumlah yang relatif lebih besar. Pada tahun 1950 di Jakarta dibuka sekolah asisten apoteker Negeri (Republik) yang pertama , dengan jangka waktu pendidikan selama dua tahun. Lulusan angkatan pertama sekolah asisten apoteker ini tercatat sekitar 30 orang, sementara itu jumlah apoteker juga mengalami peningkatan, baik yang berasal dari pendidikan di luar negeri maupun lulusan dari dalam negeri.

1.1.3.      Periode Tahun 1958 sampai dengan 1967

Pada periode ini meskipun untuk memproduksi obat telah banyak dirintis, dalam kenyataannya industri-industri farmasi menghadapi hambatan dan kesulitan yang cukup berat, antara lain kekurangan devisa dan terjadinya sistem penjatahan bahan baku obat sehingga industri yang dapat bertahan hanyalah industri yang memperoleh bagian jatah atau mereka yang mempunyai relasi dengan luar negeri. Pada periode ini, terutama antara tahun 1960 – 1965, karena kesulitan devisa dan keadaan ekonomi yang suram, industri farmasi dalam negeri hanya dapat berproduksi sekitar 30% dari kapasitas produksinya. Oleh karena itu, penyediaan obat menjadi sangat terbatas dan sebagian besar berasal dari impor. Sementara itu karena pengawasan belum dapat dilakukan dengan baik banyak terjadi kasus bahan baku maupun obat jadi yang tidak memenuhi persyaratan standar.Sekitar tahun 1960-1965, beberapa peraturan perundang-undangan yang penting dan berkaitan dengan kefarmasian yang dikeluarkan oleh pemerintah antara lain :
1)      Undang-undang Nomor 9 tahun 1960 tentang Pokok-pokok Kesehatan
2)      Undang-undang Nomor 10 tahun 1961 tentang barang
3)      Undang-undang Nomor 7 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan, dan
4)      Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 1965 tentang Apotek. Pada periode ini pula ada hal penting yang patut dicatat dalam sejarah kefarmasian di Indonesia, yakni berakhirnya apotek dokter dan apotek darurat.
1.      Dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 33148/Kab/176 tanggal 8 Juni 1962,antaralainditetapkan : 
(1) Tidak dikeluarkan lagi izin baru untuk pembukaan apotek-dokter, dan
2.      Semua izin apotek-dokter dinyatakan tidak berlaku lagi sejak tanggal 1 Januari 1963.
Sedangkan berakhirnya apotek darurat ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 770/Ph/63/b tanggal 29 Oktober 1963 yang isinya antara lain :
1.      Tidak dikeluarkan lagi izin baru untuk pembukaan apotek darurat,
2.      Semua izin apotek darurat Ibukota Daerah Tingkat I dinyatakan tidak berlaku lagi sejak tanggal 1 Februari 1964, dan
3.      Semua izin apotek darirat di ibukota Daerah Tingkat II dan kota-kota lainnya dinyatakan tidak berlaku lagi sejak tanggal 1 Mei 1964.Pada tahun 1963, sebagai realisasi Undang-undang Pokok Kesehatan telah dibentuk Lembaga Farmasi Nasional (Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 39521/Kab/199 tanggal 11 Juli 1963).
Ilmu farmasi baru menjadi ilmu pengetahuan sesungguhnya pada abad XVII di Perancis.pada tahun 1797 telah berdiri sekolah pertama di Perancis dan buku farmasi mulai di terbitkan dalam beberapa bentuk antara lain buku pelajaran, majalah, Farmakope maupun komentar.Kemajuan di perancis diikuti oleh negara Eropa yang lain misalnya Italia,Inggris,Jerman dll.sekolah pertama di Amerika berdiri tahun 1821 di Philadelphia.Farmakope berasal  dari bahasa latin pharmacopoeia yang diambil dari kata pharmacon  ( obat ) dan poieien ( buat).Farmakope  modern berisi  penjelasan tentang standar kemurnian, kekuatan , kualitas , dan analisa obat. Farmakope lama selain memuat informasi tersebut  juga memuat  tentang informasi obat yaitu kegunaan obat dalam terapi.Farmakope adalah buku resmi yang diterbitkan oleh  pemerintah  kecuali United States of Pharmacopoeia (USP) yang diterbitkan sejak tahun 1820 merupakan buku yang diterbitkan oleh  swasta namun diakui oleh pemerintah. Beberapa negara menerbitkan farmakopenya sendiri, namun ada juga farmakope yang dipakai oleh wilayah regional seperti  farmakope eropa (European Pharmacopoeia) yang dijadikan acuan oleh negara- negara eropa.  Bagi negara yang tidak memiliki farmakope sendiri biasanya mengacu pada farmakope negara lain. WHO juga menerbitkan farmakope internasional sebagai anjuran untuk panitia nasional untuk memodifikasi farmakopenya.

1.2.       BUKU FARMAKOPE:

Farmakope indonesia United State Pharmakope (U.S.P) milik Amerika British, Pharmakope (B.P) Milik inggris, Nederland pharmakope milik Belanda 
Buku-buku farmasi yang dikeluarkan DEPKES: Farmakope indonesia edisi  jilid  terbit tanggal 20 mei 1962 Farmakope indonesia edisi jilid  terbit tanggal 20 mei 1965 Formularium Indonesia(FOI) terbit 20 mei 1966 Farmakope indonesia edisi II terbit 1 April 1972 Ekstra Farmakope indonesia terbit 1 april 1974 FormulariumNasional terbit 12 Nopember 1978 Farmakope indonesia III terbit 9 Oktober 1979 Farmakope indonesia IV terbit Desember 1995.Farmakope Indonesia telah dikeluarkan pada tahun 1962 (jilid I) disusul dengan jilid II (1965), yang mengandung bahan-bahan galenika dan resep. Kemudian Farmakope Indonesia jilid I dan II telah direvisi menjadi Farmakope Indonesia Edisi II yang mulai berlaku sejak 12 November 1972.Pada tahun 1979 terbit Farmakope Indonesia Edisi III yang diberlakukan mulai tanggal 12 November tahun itu juga. Kemudian, padatahun 1996  diluncurkan Farmakopes Indonesias Edisiskes IV.  Kemudian pada tanggal 27 Januari 2010 Kementerian Kesehatan telah menetapkan pemberlakuan Suplemen Pertama (I) Farmakope Indonesia Edisi IV.
Penetapan Pemberlakuan Suplemen Pertama (I) Farmakope Indonesia disi IV ini berdasarkan Keputusan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Nomor: HK. 03.01/MENKES/150/I/2010  tentang pemberlakuan  Suplemen Pertama (I) Farmakopes Indonesias Edisis IV. 
Suplemen Pertama (I) Farmakope Indonesia Edisi IV ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Farmakope Edisi IV. Farmakope memuat persyaratan kemurnian, sifat kimia dan fisika, cara   pemeriksaan, serta beberapa ketentuan lain yg berhubungan dengan  obat-obatan Sebelum Indonesia mempunyai Farmakope, yg berlaku adalah farmakope Belanda Baru, tahun 1962 pemerintah RI menerbitkan buku   Farmakope pertama, yg dikeluarkan oleh DepKes :
1.      Farmakope Indonesia edisi I jilid I terbit tgl 20 Mei 1962
2.      Farmakope Indonesia edisi I jilid II terbit tgl 20 Mei 1965
3.      Formularium Indonesia (FOI) terbit 20 Mei 1966
4.      Farmakope Indonesia edisi II terbit 1 April 1972
5.      Ekstra Farmakope Indonesia terbit  1 April 1974
6.      Formularium Nasional terbit 12 Nopember 1978
7.      Farmakope Indonesia edisi III terbit 7 Oktober 1979
8.      Farmakope Indonesia edisi IV terbit 5 Desember 1995

1.2.1.      FARMAKOPE INDONESIA

Ketentuan Umum FI  IV
Jika digunakan istilah FI tanpa keterangan lain selama periode berlakunya Farmakope Indonesia ini, maka yg dimaksudkan adalah FI IV.
Bahan dan Proses
Sediaan resmi dibuat dari bahan2 yg memenuhi persyaratan dalam monografi Farmakope untuk masing2 bahan yg bersangkutan   Air untuk sediaan resmi harus memenuhi persyaratan untuk air, seperti :
§  Air untuk injeksi                 
§  Air minum  Bahan resmi harus dibuat sesuai dengan prinsip2 cara pembuatan yg baik  dan dari bahan yg telah memenuhi persyaratan yg ditetapkan, agar bahan yg dihasilkan memenuhi persyaratan yg tertera pada Farmakope.

Bahan Tambahan
Bila ditambahkan pada Bahan resmi harus ditulis pada penandaan nama dan  jumlahnya. kecuali dinyatakan lain dalam monografi atau dalam ketentuan umum,    bahan-bahan yg diperlukan seperti bahan dasar, penyalut, pewarna, penyedap, pengawet, pemantap dan pembawa dapat ditambahkan kedalam  sediaan resmi untuk meningkatkan stabilitas, mamfaat atau penampilan Bahan tambahan tersebut dianggap tidak sesuai dan dilarang digunakan,  kecuali :
1.      Bahan tersebut tidak membahayakan dalam jumlah yg digunakan
2.      Tidak melebihi jumlah minumum yg diperlukan untuk memberikan        efek yg diharapkan
3.      Tidak mengurangi ketersediaan hayati, efek terapi atau keamanan dari        sediaan resmi
4.      Tidak mengganggu dalam pengujian dan penetapan kadar Udara didalam wadah sediaan resmi dapat dikeluarkan atau diganti dengan  karbondioksida (CO2), Helium (He), Nitrogen (N) dan gas lain yg sesuai.  Gas tersebut harus dinyatakan dalam etiket

Tangas Uap
adalah tangas dengan uap panas mengalir. Dapat juga digunakan pemanas  lain yg dapat diatur hingga suhunya sama dengan uap panas mengalir.
Tangas Air
adalah tangas air yang mendidih kuat
Larutan
Kecuali dinyatakan lain, larutan untuk pengujian atau penetapan kadar di  buat dengan air sebagai pelarut  Pernyataan  1 dalam 10 mempunyai arti 1 bagian volume cairan atau 1 bagian bobot zat padat diencerkan dengan atau dilarutkan dalam pengencer atau pelarut secukupnya hingga volume akhir 10 bagian volume   

Bobot Jenis
Kecuali dinyatakan lain, bobot jenis adalah perbandingan bobot zat diudara pada suhu 25   terhadap bobot air dengan volume sama pada suhu 25  .
Suhu
Kecuali dinyatakan lain, semua suhu di dalam farmakope dinyatakan dalam derajat celcius dan semua pengukuran dilakukan pada suhu 25  .Jika dinyatakan  lain suhu kamar terkendali, yg dimaksud adalah suhu 15   dan 30  
Air
 Kecuali dinyatakan lain, yang dimaksud dengan air dalam pengujian dan penetap  an kadar adalah air yang dimurnikan
Pemerian
Pemerian memuat paparan mengenai sifat zat secara umum terutama meliputi wujud, rupa, warna, rasa, bau dan untuk beberapa hal dilengkapi dengan sifat kimia atau sifat fisika, dimaksudkan untuk dijadikan petunjuk dalam pe- ngelolaan, peracikan, dan penggunaan
Kelarutan
Kelarutan zat yg tercantum dalam Farmakope dinyatakan dengan istilah  :

Wadah dan Penyimpanan
Wadah dan sumbatannya tidak boleh mempengaruhi bahan yg disimpan di dalamnya baik secara kimia atau fisika yg dapat mengakibatkan perubahan kekuatan, mutu atau kemurniannya hingga tdk memenuhi persyaratan resmi.Kecuali dinyatakan lain, persyaratan wadah yg tertera di Farmakope juga berlaku untuk wadah yg digunakan dalam penyerahan obat oleh apoteker (resep)
Kemasan tahan rusak
Wadah suatu bahan steril yg dimaksudkan untuk pengobatan mata atau telinga, kecuali yg disiapkan segera sebelum diserahkan atas resep dokter, harus disegel Sedemikian rupa hingga isinya tdk dapat digunakan tanpa merusak segel.
Wadah tidak tembus cahaya 
Wadah tidak tembus cahaya harus dapat melindungi isi dari pengaruh cahaya, dibuat dari bahan khusus yg mempunyai sifat menahan cahaya atau dg melapisi wadah tersebut melapisi wadah dapat dilakukan dengan cara melapisi dengan pembungkus  burum, seperti dengan kertas karbon.Jika dalam monografi dinyatakan “Terlindung dari cahaya” artinya penyim panan dilakukan dalam wadah tidak tembus cahaya.
Wadah tertutup baik
Wadah tertutup baik harus melindungi isi terhadap masuknya bahan padat dan mencegah kehilangan bahan selama penanganan, pengangkutan, pe- nyimpanan dan distribusi.
Wadah tertutup rapat
Harus melindungi isi terhadap masuknya bahan cair, bahan padat atau uap dan mencegah kehilangan, merekat, mencair atau menguapnya bahan selama penanganan, pengangkutan dan distribusi dan harus dapat ditutup rapat kembali.
Wadah tertutup kedap
Harus dapat mencegah menembusnya udara atau gas selama penanganan, pengangkutan, penyimpanan dan distribusi.
Wadah satuan tunggal
Digunakan untuk produk obat yg dimaksudkan untuk digunakan sebagai dosis tunggal yg harus digunakan segera setelah dibuka.Wadah atau pem-bungkusnya dirancang sedemikian rupa.

Wadah dosis tunggal
Wadah satuan tunggal untuk bahan yg hanya digunakan secara parentral
Wadah dosis satuan
Wadah satuan tunggal untuk bahan yg digunakan bukan secara parentral dalam dosis tunggal, langsung dari wadah
Wadah satuan ganda
Wadah yg memungkinkan dapat diambil isinys beberapa kali tanpa meng-akibatkan perubahan kekuatan, mutu atau kemurnian sisa zat dalam wadah tersebut
Wadah dosis ganda
Wadah satuan ganda untuk bahan yg digunakan hanya secara parentral
Suhu penyimpanan
Dingin                           =   suhu tdk lebih  8 derajat
Lemari pendingin          =  2  -  8       
Lemari pembeku           =  - 20 - ( -10    )
Sejuk                             =  8- 15 bila tdk dinyatakan lain dapat disimpan dalam  lemari pendingin
Suhu kamar                   =  15    -   30         
Hangat                          =   30   -  40           
Panas berlebih              =  > 40

Penandaan
Bahan dan sediaan yg disebutkan dalam farmakope harus diberi penandaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yg berlaku
Persen
-          Persen bobot per bobot (b/b),menyatakan jumlah gr zat dalam 100 gr     larutan atau campuran
-          Persen bobot per volume (b/v), menyatakan jumlah gr zat dalam 100 ml  larutan atau campuran
-          Persen volume per volume (v/v), menyatakan jumlah ml zat dalam 100 ml larutan atau campuran  Pernyataan persen tanpa penjelasan lebih lanjut untuk :
-          campuran padat atau setengah padat ------b/b
-          larutan dan suspensi suatu zat padat dalam cairan ---- b/v
-          cairan  di dalam cairan ----- v/v
-          gas dalam cairan ----- b/v
Daluarsa
Adalah waktu yg menunjukkan batas terakhir obat masih memenuhi syarat baku. Daluarsa dinyatakan dalam bulan dan tahun,harus dicantumkan dalam etiket.

1.2.2.      CONTOH  PENGGUNAAN FARMAKOPE DI LABORATORIUM

CODEINI  PHOSPHAS
Kodein Fosfat
C18H21NO3,H3PO4,1/2H20                                                                        BM  406,37
Kodein Fosfat mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 101,5%C18H21NO3,H3PO4,dihitung terhadap zat yg telah dikeringkan(anhidrat)Pemerian  Hablur berbentuk jarum, halus, berwarna putih atau serbuk hablur  berwarna putih, peka terhadap cahaya, larutannya bersifat asam terhadap lakmus  Kelarutan Mudah larut dalam air, sangat mudah larut dalam air panas; sukar larut dalam etanol (95%) P tetapi lebih mudah larut dalam etanol (95%) P mendidih; praktis tidak larut dalam kloroform P dan dalam eter P.
Identifikasi
A.    Spektrum serapan inframerah zat yg telah dikeringkan pd suhu 105 derajat selama18 jam dan didispersikan dalam kalium bromida P menunjukkan max hanya pada panjang gelombang yg sama seperti kodein fosfat
B.     Netralkan larutan (1 dalam 50) dengan amonium hidroksida 6 N, tambahkan perak  nitrat LP;terbentuk endapan kuning perak fosfat yg larut dalam asam nitrat 2 Ndan dalam amonium hidroksida 6 N  Keasaman-kebasaan Larutkan 100 mg dalam 20 ml air, titrasi dengan natrium hidroksida 0,01 N sampai pH 5,4 menggunakan pH meter, diperlukan tidak lebih dari 1,0 ml natrium hidroksida 0,01 N Klorida Pada 10 ml larutan 1% b/v (1 dalam 100),yg telah diasamkan dengan asam nitrat P, tambahkan beberapa tetes perak nitrat LP ; tidak segera terjadi kekeruhan Sulfat Pada 10 ml larutan 1% b/v (1 dalam 100), tambahkan beberapa tetes larutan barium klorida LP ; tidak segera terjadi kekeruhan Morfin Lebih kurang 50 mg kalium heksasianoferat (III) P larutkan dalam 10 ml air, tambahkan 1 tetes larutan besi(III)klorida P dan 1 ml larutan zat 1% b/v;tidak segera terjadi warna biru
Kemurnian Kromatografi
Larutan A Timbang seksama sejumlah zat uji,larutkan dalam campuran asam  klorida 0,01 N,etanol mutlak P (4:1) hingga kadar 40 mg per ml.Larutan B  Encerkan 2,0 ml Larutan A dengan pelarut yg sama hingga 100 ml Larutan C  Encerkan 1,0 ml Larutan A dengan pelarut yg sama hingga 100 ml Prosedur  Lakukan penetapan dengan cara kromatografi lapis tipis seperti yg ter tera pada kromotografi. Totolkan secara terpisah masing-masing 10 ul Larutan A,larutan B dan Larutan C pada lempeng kromotografi silika gel setebal 0,25 mm.Masukkan lempeng kedalam bejana kromotografi berisi fase gerak etanol mutlak P sikloheksana P – amonium hidroksida P (72:30:6) hingga merambat tiga per empat  tinggi lempeng. Angkat lempeng, biarka fase gerak menguap, semprot lempeng dengan  pereaksi yg dibuat dengan mencampurkan 3 ml larutan asam kloroplatinat P (1 dalam 10) dengan 97 ml air, dilanjutkan dengan penambahan 100 ml larutan kalium iodida P(6 dalam 100), amati kromotogram : dari Larutan A tidak ada bercak kecuali bercak utama dan bercak pada titik penotolan yg lebih intensif dari bercak utama Larutan B  (2%); dan jika adabercak lain maka tidak lebih dari satu bercak dengan R, lebih besar  dari bercak utama yg lebih intensif dari bercak utama Larutan C (1%).
Penetapan Kadar Timbang seksama lebih kurang 1 gr, larutkan dalam 50 ml asam asetat glasial , jika perlu hangatkan sebentar agar larut. Titrasi dengan asam perklo- rat 0,1 N LV ,tentukan titik akhir secara potensiometri. Lakukan penetapan blanko.
                                  1 ml asam perklorat 0,1 N setara dengan
                                  39,74 mg C18H21NO3H3PO4

  Wadah dan Penyimpanan  Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya Khasiat dan Penggunaan  Antitusivum  Dosis maksimum  Sekali 60 mg , sehari 300 mg.

DAFTAR PUSTAKA

     
Anief, M.,1997, Ilmu Meracik Obat , Gadjah Mada University Press, Jogjakarta , hal 210-216

Anief, Moch. 1997. Ilmu Meracik Obat Teori Dan Praktek. Yogyakarta; Gadjah Mada University Press.

Anief, Moh. 2002. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press

Anonim,Materia medica Indonesia,Jilid II dan IV Dirjen POM,Departemen kesehatan RI, 1980,95-98, 155-1059

Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta; Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Anonim. 2000. Informatorium Obat Nasional Indonesia. Jakarta; Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.

Anonim. 2007. Ilmu Resep Jilid I. Depkes RI. Jakarta

Anonim. 2009. Informasi Spesialite Obat. Jakarta Aiache. 1993. Biofarmasetika,
Ansel, H.C., Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi keempat, Universitas Indonesia Press,    Jakarta , Hal 399-405 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BAHAN AJAR I PERTEMUAN I (SEDIAAN SEMI SOLID)

BAB I X SALEP 9.1. Definisi Salep Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Bahan ...