BAB I
SEJARAH FARMASI
Farmasi sebagai profesi di
Indonesia sebenarnya relatif masih muda dan baru dapat berkembang secara
berarti setelah masa kemerdekaan. Pada zaman penjajahan, baik pada masa
pemerintahan Hindia Belanda maupun masa pendudukan Jepang, kefarmasian di
Indonesia pertumbuhannya sangat lambat, dan profesi ini belum dikenal secara
luas oleh masyarakat. Sampai proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, para
tenaga farmasi Indonesia pada umumnya masih terdiri dari asisten apoteker
dengan jumlah yang sangat sedikit.
Tenaga apoteker pada masa
penjajahan umumnya berasal dari Denmark, Austria, Jerman dan Belanda. Namun,
semasa perang kemerdekaan, kefarmasian di Indonesia mencatat sejarah yang
sangat berarti, yakni dengan didirikannya Perguruan Tinggi Farmasi di Klaten
pada tahun 1946 dan di Bandung tahun 1947. Lembaga Pendidikan Tinggi Farmasi
yang didirikan pada masa perang kemerdekaan ini mempunyai andil yang besar bagi
perkembangan sejarah kefarmasian pada masa-masa selanjutnya.Dewasa ini
kefamasian di Indonesia telah tumbuh dan berkembang dalam dimensi yang cukup
luas dan mantap. Industri farmasi di Indonesia dengan dukungan teknologi yang
cukup luas dan mantap. Industri farmasi di Indonesia dengan dukungan teknologi
yang cukup modern telah mampu memproduksi obat dalam jumlah yang besar dengan
jaringan distribusi yang cukup luas. Sebagian besar, sekitar 90% kebutuhan obat
nasional telah dapat dipenuhi oleh industri farmasi dalam negeri.
Demikian pula peranan profesi
farmasi pelayanan kesehatan juga semakin berkembang dan sejajar dengan
profesi-profesi kesehatan lainnya Selintas
1.1.2. Periode Setelah Perang Kemerdekaan Sampai dengan Tahun 1958
1.1.3.
Periode Tahun 1958 sampai dengan 1967
1.2.
BUKU FARMAKOPE:
1.2.2. CONTOH
PENGGUNAAN FARMAKOPE DI LABORATORIUM
DAFTAR PUSTAKA
1.1. SEJARAH KEFARMASIAN INDONESIA
1.1.1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang Kemerdekaaan
Tonggak
sejarah kefarmasian di Indonesia pada umumnya diawali dengan pendidikan asisten
apotekek semasa pemerintahan Hindia Belanda.
1.1.2. Periode Setelah Perang Kemerdekaan Sampai dengan Tahun 1958
Pada
periode ini jumlah tenaga farmasi, terutama tenaga asisten apoteker mulai
bertambah jumlah yang relatif lebih besar. Pada tahun 1950 di Jakarta dibuka
sekolah asisten apoteker Negeri (Republik) yang pertama , dengan jangka waktu
pendidikan selama dua tahun. Lulusan angkatan pertama sekolah asisten apoteker
ini tercatat sekitar 30 orang, sementara itu jumlah apoteker juga mengalami
peningkatan, baik yang berasal dari pendidikan di luar negeri maupun lulusan
dari dalam negeri.
1.1.3.
Periode Tahun 1958 sampai dengan 1967
Pada
periode ini meskipun untuk memproduksi obat telah banyak dirintis, dalam
kenyataannya industri-industri farmasi menghadapi hambatan dan kesulitan yang
cukup berat, antara lain kekurangan devisa dan terjadinya sistem penjatahan
bahan baku obat sehingga industri yang dapat bertahan hanyalah industri yang
memperoleh bagian jatah atau mereka yang mempunyai relasi dengan luar negeri.
Pada periode ini, terutama antara tahun 1960 – 1965, karena kesulitan devisa
dan keadaan ekonomi yang suram, industri farmasi dalam negeri hanya dapat
berproduksi sekitar 30% dari kapasitas produksinya. Oleh karena itu, penyediaan
obat menjadi sangat terbatas dan sebagian besar berasal dari impor. Sementara
itu karena pengawasan belum dapat dilakukan dengan baik banyak terjadi kasus
bahan baku maupun obat jadi yang tidak memenuhi persyaratan standar.Sekitar
tahun 1960-1965, beberapa peraturan perundang-undangan yang penting dan
berkaitan dengan kefarmasian yang dikeluarkan oleh pemerintah antara lain :
1) Undang-undang
Nomor 9 tahun 1960 tentang Pokok-pokok Kesehatan
2) Undang-undang
Nomor 10 tahun 1961 tentang barang
3) Undang-undang
Nomor 7 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan, dan
4) Peraturan
Pemerintah Nomor 26 tahun 1965 tentang Apotek. Pada periode ini pula ada hal
penting yang patut dicatat dalam sejarah kefarmasian di Indonesia, yakni
berakhirnya apotek dokter dan apotek darurat.
1. Dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
33148/Kab/176 tanggal 8 Juni 1962,antaralainditetapkan :
(1) Tidak dikeluarkan lagi izin baru untuk pembukaan apotek-dokter, dan
(1) Tidak dikeluarkan lagi izin baru untuk pembukaan apotek-dokter, dan
2. Semua
izin apotek-dokter dinyatakan tidak berlaku lagi sejak tanggal 1 Januari 1963.
Sedangkan berakhirnya apotek darurat ditetapkan
dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 770/Ph/63/b tanggal 29 Oktober
1963 yang isinya antara lain :
1. Tidak
dikeluarkan lagi izin baru untuk pembukaan apotek darurat,
2. Semua
izin apotek darurat Ibukota Daerah Tingkat I dinyatakan tidak berlaku lagi
sejak tanggal 1 Februari 1964, dan
3. Semua
izin apotek darirat di ibukota Daerah Tingkat II dan kota-kota lainnya
dinyatakan tidak berlaku lagi sejak tanggal 1 Mei 1964.Pada tahun 1963, sebagai
realisasi Undang-undang Pokok Kesehatan telah dibentuk Lembaga Farmasi Nasional
(Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 39521/Kab/199 tanggal 11 Juli 1963).
Ilmu
farmasi baru menjadi ilmu pengetahuan sesungguhnya pada abad XVII di
Perancis.pada tahun 1797 telah berdiri sekolah pertama di Perancis dan buku
farmasi mulai di terbitkan dalam beberapa bentuk antara lain buku pelajaran,
majalah, Farmakope maupun komentar.Kemajuan di perancis diikuti oleh negara
Eropa yang lain misalnya Italia,Inggris,Jerman dll.sekolah pertama di Amerika
berdiri tahun 1821 di Philadelphia.Farmakope berasal dari bahasa latin
pharmacopoeia yang diambil dari kata pharmacon ( obat ) dan poieien (
buat).Farmakope modern berisi penjelasan tentang standar kemurnian,
kekuatan , kualitas , dan analisa obat. Farmakope lama selain memuat
informasi tersebut juga memuat tentang informasi obat yaitu
kegunaan obat dalam terapi.Farmakope adalah buku resmi yang diterbitkan oleh
pemerintah kecuali United States of Pharmacopoeia (USP) yang
diterbitkan sejak tahun 1820 merupakan buku yang diterbitkan oleh swasta
namun diakui oleh pemerintah. Beberapa negara menerbitkan farmakopenya sendiri,
namun ada juga farmakope yang dipakai oleh wilayah regional seperti
farmakope eropa (European Pharmacopoeia) yang dijadikan acuan oleh negara-
negara eropa. Bagi negara yang tidak memiliki farmakope sendiri biasanya
mengacu pada farmakope negara lain. WHO juga menerbitkan farmakope
internasional sebagai anjuran untuk panitia nasional untuk memodifikasi
farmakopenya.
1.2.
BUKU FARMAKOPE:
Farmakope
indonesia United State Pharmakope
(U.S.P) milik Amerika British, Pharmakope
(B.P) Milik inggris, Nederland pharmakope milik Belanda
Buku-buku
farmasi yang dikeluarkan DEPKES: Farmakope
indonesia edisi jilid terbit tanggal 20 mei 1962 Farmakope indonesia edisi jilid terbit tanggal 20 mei 1965 Formularium Indonesia(FOI) terbit 20
mei 1966 Farmakope indonesia
edisi II terbit 1 April 1972 Ekstra Farmakope indonesia terbit 1 april
1974 FormulariumNasional terbit
12 Nopember 1978 Farmakope
indonesia III terbit 9 Oktober 1979 Farmakope
indonesia IV terbit Desember 1995.Farmakope Indonesia telah dikeluarkan pada
tahun 1962 (jilid I) disusul dengan jilid II (1965), yang mengandung
bahan-bahan galenika dan resep. Kemudian Farmakope Indonesia jilid I dan II
telah direvisi menjadi Farmakope Indonesia Edisi II yang mulai berlaku sejak 12
November 1972.Pada tahun 1979 terbit Farmakope Indonesia Edisi III yang
diberlakukan mulai tanggal 12 November tahun itu juga. Kemudian, padatahun 1996
diluncurkan Farmakopes Indonesias Edisiskes
IV. Kemudian pada tanggal
27 Januari 2010 Kementerian Kesehatan telah menetapkan pemberlakuan Suplemen
Pertama (I) Farmakope Indonesia Edisi IV.
Penetapan
Pemberlakuan Suplemen Pertama (I) Farmakope Indonesia disi IV ini berdasarkan Keputusan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Nomor: HK. 03.01/MENKES/150/I/2010 tentang pemberlakuan Suplemen Pertama (I) Farmakopes Indonesias Edisis
IV.
Suplemen
Pertama (I) Farmakope Indonesia Edisi IV ini merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Farmakope Edisi IV. Farmakope memuat persyaratan
kemurnian, sifat kimia dan fisika, cara
pemeriksaan, serta beberapa ketentuan lain yg berhubungan dengan obat-obatan Sebelum Indonesia mempunyai Farmakope,
yg berlaku adalah farmakope Belanda Baru, tahun 1962 pemerintah RI menerbitkan
buku Farmakope pertama, yg dikeluarkan
oleh DepKes :
1. Farmakope
Indonesia edisi I jilid I terbit tgl 20 Mei 1962
2. Farmakope
Indonesia edisi I jilid II terbit tgl 20 Mei 1965
3. Formularium
Indonesia (FOI) terbit 20 Mei 1966
4. Farmakope
Indonesia edisi II terbit 1 April 1972
5. Ekstra
Farmakope Indonesia terbit 1 April 1974
6. Formularium
Nasional terbit 12 Nopember 1978
7. Farmakope
Indonesia edisi III terbit 7 Oktober 1979
8. Farmakope
Indonesia edisi IV terbit 5 Desember 1995
1.2.1. FARMAKOPE INDONESIA
Ketentuan
Umum FI IV
Jika digunakan istilah FI tanpa keterangan lain selama
periode berlakunya Farmakope Indonesia ini, maka yg dimaksudkan adalah FI IV.
Bahan
dan Proses
Sediaan resmi dibuat dari bahan2 yg memenuhi persyaratan
dalam monografi Farmakope untuk masing2 bahan yg bersangkutan Air
untuk sediaan resmi harus memenuhi persyaratan untuk air, seperti :
§ Air
untuk injeksi
§ Air
minum Bahan resmi harus dibuat sesuai
dengan prinsip2 cara pembuatan yg baik
dan dari bahan yg telah memenuhi persyaratan yg ditetapkan, agar bahan
yg dihasilkan memenuhi persyaratan yg tertera pada Farmakope.
Bahan
Tambahan
Bila ditambahkan pada Bahan resmi harus ditulis pada
penandaan nama dan jumlahnya. kecuali
dinyatakan lain dalam monografi atau dalam ketentuan umum, bahan-bahan yg diperlukan seperti bahan
dasar, penyalut, pewarna, penyedap, pengawet, pemantap dan pembawa dapat
ditambahkan kedalam sediaan resmi untuk
meningkatkan stabilitas, mamfaat atau penampilan Bahan tambahan tersebut
dianggap tidak sesuai dan dilarang digunakan,
kecuali :
1. Bahan
tersebut tidak membahayakan dalam jumlah yg digunakan
2. Tidak
melebihi jumlah minumum yg diperlukan untuk memberikan efek yg diharapkan
3. Tidak
mengurangi ketersediaan hayati, efek terapi atau keamanan dari sediaan resmi
4. Tidak
mengganggu dalam pengujian dan penetapan kadar Udara didalam wadah sediaan
resmi dapat dikeluarkan atau diganti dengan
karbondioksida (CO2), Helium (He), Nitrogen (N) dan gas lain yg
sesuai. Gas tersebut harus dinyatakan
dalam etiket
Tangas
Uap
adalah tangas dengan uap panas mengalir. Dapat juga
digunakan pemanas lain yg dapat diatur
hingga suhunya sama dengan uap panas mengalir.
Tangas
Air
adalah tangas air yang mendidih
kuat
Larutan
Kecuali dinyatakan lain, larutan untuk pengujian atau
penetapan kadar di buat dengan air
sebagai pelarut Pernyataan 1 dalam 10 mempunyai arti 1 bagian volume
cairan atau 1 bagian bobot zat padat diencerkan dengan atau dilarutkan dalam
pengencer atau pelarut secukupnya hingga volume akhir 10 bagian volume
Bobot
Jenis
Kecuali dinyatakan lain, bobot jenis adalah perbandingan
bobot zat diudara pada suhu 25 terhadap
bobot air dengan volume sama pada suhu 25
.
Suhu
Kecuali dinyatakan lain, semua suhu di dalam farmakope
dinyatakan dalam derajat celcius dan semua pengukuran dilakukan pada suhu
25 .Jika dinyatakan lain suhu kamar terkendali, yg dimaksud
adalah suhu 15 dan 30
Air
Kecuali dinyatakan
lain, yang dimaksud dengan air dalam pengujian dan penetap an kadar adalah air yang dimurnikan
Pemerian
Pemerian memuat paparan mengenai sifat zat secara umum
terutama meliputi wujud, rupa, warna, rasa, bau dan untuk beberapa hal dilengkapi
dengan sifat kimia atau sifat fisika, dimaksudkan untuk dijadikan petunjuk
dalam pe- ngelolaan, peracikan, dan penggunaan
Kelarutan
Wadah
dan Penyimpanan
Wadah dan sumbatannya tidak boleh mempengaruhi bahan yg
disimpan di dalamnya baik secara kimia atau fisika yg dapat mengakibatkan
perubahan kekuatan, mutu atau kemurniannya hingga tdk memenuhi persyaratan
resmi.Kecuali dinyatakan lain, persyaratan wadah yg tertera di Farmakope juga
berlaku untuk wadah yg digunakan dalam penyerahan obat oleh apoteker (resep)
Kemasan tahan rusak
Wadah suatu bahan steril yg dimaksudkan untuk pengobatan
mata atau telinga, kecuali yg disiapkan segera sebelum diserahkan atas resep
dokter, harus disegel Sedemikian rupa hingga isinya tdk dapat digunakan tanpa
merusak segel.
Wadah tidak tembus cahaya
Wadah tidak tembus cahaya harus dapat melindungi isi dari
pengaruh cahaya, dibuat dari bahan khusus yg mempunyai sifat menahan cahaya
atau dg melapisi wadah tersebut melapisi wadah dapat dilakukan dengan cara
melapisi dengan pembungkus burum,
seperti dengan kertas karbon.Jika dalam monografi dinyatakan “Terlindung dari
cahaya” artinya penyim panan dilakukan dalam wadah tidak tembus cahaya.
Wadah tertutup baik
Wadah tertutup baik harus melindungi isi terhadap masuknya
bahan padat dan mencegah kehilangan bahan selama penanganan, pengangkutan, pe-
nyimpanan dan distribusi.
Wadah tertutup rapat
Harus melindungi isi terhadap masuknya bahan cair, bahan
padat atau uap dan mencegah kehilangan, merekat, mencair atau menguapnya bahan
selama penanganan, pengangkutan dan distribusi dan harus dapat ditutup rapat
kembali.
Wadah tertutup kedap
Harus dapat mencegah menembusnya udara atau gas selama
penanganan, pengangkutan, penyimpanan dan distribusi.
Wadah satuan tunggal
Digunakan untuk produk obat yg dimaksudkan untuk digunakan
sebagai dosis tunggal yg harus digunakan segera setelah dibuka.Wadah atau
pem-bungkusnya dirancang sedemikian rupa.
Wadah dosis tunggal
Wadah satuan tunggal untuk bahan
yg hanya digunakan secara parentral
Wadah dosis satuan
Wadah
satuan tunggal untuk bahan yg digunakan bukan secara parentral dalam dosis
tunggal, langsung dari wadah
Wadah satuan ganda
Wadah
yg memungkinkan dapat diambil isinys beberapa kali tanpa meng-akibatkan
perubahan kekuatan, mutu atau kemurnian sisa zat dalam wadah tersebut
Wadah dosis ganda
Wadah satuan ganda untuk bahan
yg digunakan hanya secara parentral
Suhu penyimpanan
Dingin =
suhu tdk lebih 8 derajat
Lemari pendingin =
2 - 8
Lemari pembeku =
- 20 - ( -10 )
Sejuk = 8- 15 bila tdk dinyatakan lain dapat disimpan
dalam lemari pendingin
Suhu kamar = 15
- 30
Hangat = 30
- 40
Panas berlebih = > 40
Penandaan
Bahan dan sediaan yg disebutkan dalam farmakope harus diberi
penandaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yg berlaku
Persen
-
Persen bobot per bobot (b/b),menyatakan
jumlah gr zat dalam 100 gr larutan
atau campuran
-
Persen bobot per volume (b/v),
menyatakan jumlah gr zat dalam 100 ml
larutan atau campuran
-
Persen volume per volume (v/v),
menyatakan jumlah ml zat dalam 100 ml larutan atau campuran Pernyataan persen tanpa penjelasan lebih
lanjut untuk :
-
campuran padat atau setengah padat
------b/b
-
larutan dan suspensi suatu zat padat
dalam cairan ---- b/v
-
cairan
di dalam cairan ----- v/v
-
gas dalam cairan ----- b/v
Daluarsa
Adalah waktu yg menunjukkan batas terakhir obat masih
memenuhi syarat baku. Daluarsa dinyatakan dalam bulan dan tahun,harus
dicantumkan dalam etiket.
1.2.2. CONTOH
PENGGUNAAN FARMAKOPE DI LABORATORIUM
CODEINI PHOSPHAS
Kodein Fosfat
C18H21NO3,H3PO4,1/2H20
BM 406,37
Kodein Fosfat mengandung tidak kurang dari 99,0% dan
tidak lebih dari 101,5%C18H21NO3,H3PO4,dihitung terhadap zat yg telah
dikeringkan(anhidrat)Pemerian Hablur
berbentuk jarum, halus, berwarna putih atau serbuk hablur berwarna putih, peka terhadap cahaya,
larutannya bersifat asam terhadap lakmus
Kelarutan Mudah larut dalam air, sangat mudah larut dalam air panas;
sukar larut dalam etanol (95%) P tetapi lebih mudah larut dalam etanol
(95%) P mendidih; praktis tidak larut dalam kloroform P dan dalam eter
P.
Identifikasi
A. Spektrum serapan inframerah zat yg telah dikeringkan
pd suhu 105 derajat selama18 jam dan didispersikan dalam kalium bromida P
menunjukkan max hanya pada panjang gelombang yg sama seperti kodein fosfat
B. Netralkan larutan (1 dalam 50) dengan amonium
hidroksida 6 N, tambahkan perak nitrat LP;terbentuk endapan kuning
perak fosfat yg larut dalam asam nitrat 2 Ndan dalam amonium
hidroksida 6 N Keasaman-kebasaan
Larutkan 100 mg dalam 20 ml air, titrasi dengan natrium hidroksida 0,01 N
sampai pH 5,4 menggunakan pH meter, diperlukan tidak lebih dari 1,0 ml natrium
hidroksida 0,01 N Klorida Pada 10 ml larutan 1% b/v (1 dalam 100),yg telah
diasamkan dengan asam nitrat P, tambahkan beberapa tetes perak nitrat
LP ; tidak segera terjadi kekeruhan Sulfat Pada 10 ml larutan 1% b/v (1
dalam 100), tambahkan beberapa tetes larutan barium klorida LP ; tidak
segera terjadi kekeruhan Morfin Lebih kurang 50 mg kalium heksasianoferat
(III) P larutkan dalam 10 ml air, tambahkan 1 tetes larutan besi(III)klorida
P dan 1 ml larutan zat 1% b/v;tidak segera terjadi warna biru
Kemurnian Kromatografi
Larutan A Timbang seksama sejumlah zat uji,larutkan dalam
campuran asam klorida 0,01 N,etanol
mutlak P (4:1) hingga kadar 40 mg per ml.Larutan B Encerkan 2,0 ml Larutan A dengan pelarut
yg sama hingga 100 ml Larutan C
Encerkan 1,0 ml Larutan A dengan pelarut yg sama hingga 100 ml Prosedur
Lakukan penetapan
dengan cara kromatografi lapis tipis seperti yg ter tera pada kromotografi.
Totolkan secara terpisah masing-masing 10 ul Larutan A,larutan B dan Larutan
C pada lempeng kromotografi silika gel setebal 0,25 mm.Masukkan lempeng
kedalam bejana kromotografi berisi fase gerak etanol mutlak P sikloheksana
P – amonium hidroksida P (72:30:6) hingga merambat tiga per empat tinggi lempeng. Angkat lempeng, biarka fase
gerak menguap, semprot lempeng dengan
pereaksi yg dibuat dengan mencampurkan 3 ml larutan asam
kloroplatinat P (1 dalam 10) dengan 97 ml air, dilanjutkan dengan
penambahan 100 ml larutan kalium iodida P(6 dalam 100), amati
kromotogram : dari Larutan A tidak ada bercak kecuali bercak utama dan
bercak pada titik penotolan yg lebih intensif dari bercak utama Larutan B (2%); dan jika adabercak lain maka
tidak lebih dari satu bercak dengan R, lebih besar dari bercak utama yg lebih intensif dari
bercak utama Larutan C (1%).
Penetapan
Kadar Timbang seksama lebih kurang 1 gr, larutkan dalam 50 ml asam asetat
glasial , jika perlu hangatkan sebentar agar larut. Titrasi dengan asam perklo-
rat 0,1 N LV ,tentukan titik akhir secara potensiometri. Lakukan penetapan
blanko.
1 ml asam perklorat
0,1 N setara dengan
39,74 mg
C18H21NO3H3PO4
Wadah dan Penyimpanan Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus
cahaya Khasiat dan Penggunaan
Antitusivum Dosis maksimum Sekali 60 mg , sehari 300 mg.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M.,1997, Ilmu Meracik Obat , Gadjah Mada
University Press, Jogjakarta , hal 210-216
Anief, Moch. 1997. Ilmu Meracik Obat Teori Dan Praktek.
Yogyakarta; Gadjah Mada University Press.
Anief, Moh. 2002. Ilmu
Meracik Obat. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
Anonim,Materia medica Indonesia,Jilid II dan IV Dirjen
POM,Departemen kesehatan RI, 1980,95-98, 155-1059
Anonim. 1979. Farmakope
Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta; Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Anonim. 2000. Informatorium
Obat Nasional Indonesia. Jakarta; Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.
Anonim. 2007. Ilmu
Resep Jilid I. Depkes RI. Jakarta
Anonim. 2009. Informasi Spesialite Obat. Jakarta Aiache.
1993. Biofarmasetika,
Ansel, H.C., Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi keempat, Universitas
Indonesia Press, Jakarta , Hal 399-405
Tidak ada komentar:
Posting Komentar